Betapa cepat, hari yang lewat tanpa Ayah. Hanya getar takbir yang menelikung. Tak berujung. Dan tak bisa kuselesaikan sisa ingatan. Menyibak masa kanak yang terus mengelupas di kepala. Lalu percakapan jatuh. Tubuhmu, Ayah terasa menjauh. Tak tertempuh.
Selebihnya, aku ingin kembali di pundakmu. Dalam setiap gendongan yang pernah kaupangku. Berkisah hujan memanjang.
Ayah, jika kota kembali sibuk; berapa banyak hari yang terlintas dan lepas. Dan aku percaya; jika engkau selalu menjagaku. Sebelum hari-hari lain berkerumun dan mengulum.
Hari yang lewat. Hati yang kerap berkarat. Ayah, bolehkah kupinjam waktumu sebentar saja di sorga?
(Edelweis, 2015)
Sumber: "Puisi: Hari yang Lewat Tanpa Ayah (Karya Alex R. Nainggolan)", https://www.sepenuhnya.com/2020/07/puisi-hari-yang-lewat-tanpa-ayah.html.
Selebihnya, aku ingin kembali di pundakmu. Dalam setiap gendongan yang pernah kaupangku. Berkisah hujan memanjang.
Ayah, jika kota kembali sibuk; berapa banyak hari yang terlintas dan lepas. Dan aku percaya; jika engkau selalu menjagaku. Sebelum hari-hari lain berkerumun dan mengulum.
Hari yang lewat. Hati yang kerap berkarat. Ayah, bolehkah kupinjam waktumu sebentar saja di sorga?
(Edelweis, 2015)
Sumber: "Puisi: Hari yang Lewat Tanpa Ayah (Karya Alex R. Nainggolan)", https://www.sepenuhnya.com/2020/07/puisi-hari-yang-lewat-tanpa-ayah.html.