kau mencangkul
menyemai kehidupan dan dunia damai
seperti kedamaian daun padi dicumbu angin
hujan memandikan kau dari segala noda
dan terik matahari hanya kesegaran
di mana cinta-kerjamu bagi manusia dan kemanusiaan
bukan untuk terornya tuan-kebun merampas tanah
bukan untuk ganasnya majikan memecat buruh -- kawanmu!
tiada kau minta jasa
hanya baru setumpak tanah
dan senapang berbalik ke perut sendiri
kau mencangkul, menyemai
menggemerlapkan bintang di dada opsir
memodali peluru penentang penjajahan
juga istana presiden dan korsi parlemen
padamu tiada peluru atau senapang
kecuali sisa-sisa kegagalan repolusi
cangkul, parang-babat, gubuk reot!
dan jika mau hidup sampai esok
masih ada bekicot
biar asap tembakan mengabuti lumbung-lumbung padi
kabut akan berserak dipancar matahari
biar diusir ke padang tandus
cinta kerja telah memadu derita dan juang
dalam satu napas: ini bukan nasip!
api juang takkan henti
sampai bumi, laut dan udara milik rakyat kembali
kau mencangkul, mencangkul
tiada kau minta jasa
hanya baru setumpak tanah
dan semua penguasa hari-ini
padami tiada peluru atau senapang
tapi berkubu-kubu barisan tani
dan tak cukuplah penjara bagi kalian
masih juga kau berkata bangga:
sesuap nasi dari cucuran keringat
telah dikinyam pengawal-pengawal traktor
dan semua penguasa hari-ini
hanya itulah yang bisa mereka punyai
lalu hancur berserak seperti kabut
(Medan, 31 Juli 1952)
Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959).
menyemai kehidupan dan dunia damai
seperti kedamaian daun padi dicumbu angin
hujan memandikan kau dari segala noda
dan terik matahari hanya kesegaran
di mana cinta-kerjamu bagi manusia dan kemanusiaan
bukan untuk terornya tuan-kebun merampas tanah
bukan untuk ganasnya majikan memecat buruh -- kawanmu!
tiada kau minta jasa
hanya baru setumpak tanah
dan senapang berbalik ke perut sendiri
kau mencangkul, menyemai
menggemerlapkan bintang di dada opsir
memodali peluru penentang penjajahan
juga istana presiden dan korsi parlemen
padamu tiada peluru atau senapang
kecuali sisa-sisa kegagalan repolusi
cangkul, parang-babat, gubuk reot!
dan jika mau hidup sampai esok
masih ada bekicot
biar asap tembakan mengabuti lumbung-lumbung padi
kabut akan berserak dipancar matahari
biar diusir ke padang tandus
cinta kerja telah memadu derita dan juang
dalam satu napas: ini bukan nasip!
api juang takkan henti
sampai bumi, laut dan udara milik rakyat kembali
kau mencangkul, mencangkul
tiada kau minta jasa
hanya baru setumpak tanah
dan semua penguasa hari-ini
padami tiada peluru atau senapang
tapi berkubu-kubu barisan tani
dan tak cukuplah penjara bagi kalian
masih juga kau berkata bangga:
sesuap nasi dari cucuran keringat
telah dikinyam pengawal-pengawal traktor
dan semua penguasa hari-ini
hanya itulah yang bisa mereka punyai
lalu hancur berserak seperti kabut
(Medan, 31 Juli 1952)
Sumber: Yang Tak Terbungkamkan (1959).