Ajip Rosidi adalah sastrawan dan pengarang yang serba bisa. Dia lahir di Jatiwangi, Cirebon, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Ajip menikah dengan Patimah ketika berusia 17 tahun, tepatnya tanggal 6 Agustus 1955. Pasangan itu telah dikaruniai enam orang anak. Nama-nama mereka adalah (1) Nunun Nuki Aminten, (2) Titi Surti Astiti, (3) Uga Perceka (laki-laki menikah dengan gadis Jepang yang masuk agama Islam), (4) Nundang Rundagi, (5) Rangin Sembada, dan (6) Titis Nitiswari. Karya kreatifnya ditulis terutama pada periode 1953—1960. Akan tetapi, H.B. Jassin menggolongkannya ke dalam kelompok Angkatan 66.
Ketika usia Ajip Rosidi dua tahun, kedua orang tuanya berpisah, sehingga ia diasuh oleh neneknya (dari pihak ibu), kemudian oleh pamannya (dari pihak bapak) yang bermukim di Jakarta. Pada saat itu kehidupannya sangat sederhana, bahkan boleh dikatakan kekurangan. Namun, hal itu merupakan cambuk bagi dirinya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Akhirnya, ia berhasil dapat mengembangkan kariernya di bidang seni sastra, baik sastra Indonesia maupun sastra Sunda di bidang penerbitan, dan di bidang pengetahuan bahasa Indonesianya (ketika berada di Jepang). Dia adalah tokoh di segala bidang yang masih muda usia jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sastra terkenal zaman itu.
Ajip Rosidi mengawali pendidikan dasarnya di Jatiwangi, kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP di Majalengka, Bandung, dan Jakarta. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan SMA di Jakarta, tetapi tidak berijazah. Walaupun tidak berpendidikan tinggi, Ajip Rosidi sangat aktif dalam dunia bersastra. Sejak berusia 15 tahun (SMP), ia sudah sanggup menjadi pengasuh majalah Soeloeh Peladjar. Pada usia 17 tahun ia menjadi redaktur majalah Prosa. Tahun 1964—1970 Ajip menjabat redaktur penerbit Tjupumanik. Tahun 1968—1979 ia menjadi redaktur Budaya Jaya dan tahun 1966—1975 menjabat Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Sunda dan memimpin penelitian pantun dan folklor Sunda. Tahun 1967 ia bekerja sebagai dosen Universitas Padjadjaran dan tahun 1965—1968 ia menjabat sebagai Direktur Penerbit Duta Rakyat. Ajip Rosidi adalah orang yang tidak sepi dengan pekerjaan. Pada tahun 1971—1981 ia memimpin Penerbit Dunia Pustaka Jaya. Selain itu, tahun 1973—1979 ia juga memimpin Ikatan Penerbit Indonesia. Tahun 1973—1981 ia juga terpilih sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Bahkan, ia pernah mendapat kesempatan sebagai anggota staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978—1980 Prof. Dr. Daud Jusuf. Setelah berkecimpung dalam dunia seni dan penerbitan di Indonesia, pada tahun 1980-an Ajip merantau ke Jepang. Di sana ia diangkat sebagai guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa-Bahasa Asing Osaka), guru besar luar biasa di Kyoto Sangyo Daigaku (Universitas Industri Kyoto), di Tenri Daigaku (Universitas Tenri), dan di Osaka Gaidai (Osaka University of Foreign Studies).
Sejak tahun 1989 Ajip memberikan Hadiah Sastra Rancage kepada sastrawan atau budayawan daerah yang telah berjasa dalam bidang sastra dan budaya daerah, khususnya Sunda dan Jawa. Bersama beberapa sastrawan dan budayawan Sunda Ajip berhasil menyusun Ensiklopedi Kebudayaan Sunda (2001). Kariernya di bidang sastra dimulai sejak bersekolah di sekolah dasar. Kelas enam SD ia sudah menulis dan tulisannya dimuat dalam surat kabar Indonesia Raya. Ketika ia berusia empat belas tahun, karya-karyanya dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Gelanggang, dan Keboedajaan Indonesia.
Ajip Rosidi menulis puisi, cerita pendek, novel, drama, terjemahan, saduran, kritik, esai, dan buku yang erat kaitannya dengan bidang ilmu yang dikuasainya, baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Karya pertamanya Tahun-Tahun Kematian diterbitkan oleh Penerbit Gunung Agung (1955) kemudian disusul oleh Pesta yang diterbitkan oleh Penerbit Pembangunan ((1956), dan Di Tengah Keluarga yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka (1956).
Kumpulan puisinya yang berjudul Pesta memperoleh Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk puisi-puisi tahun 1955/1956. Selain itu, kumpulan cerpennya yang berjudul Sebuah Rumah buat Hari Tua juga mendapat hadiah serupa untuk puisi-puisi tahun 1957/1958.
A. Teeuw dalam Sastra Indonesia Modern II (1989:114) menyatakan bahwa sejak karya pertamanya terbit pada pertengahan tahun 1950-an, Ajip Rosidi hampir tidak pernah absen dari percaturan sastra, sepanjang waktu itu sampai dengan 1989.
Karya-karyanya yang lain yang berupa kumpulan puisi adalah (1) Ketemu di Djalan bersama Sobron Aidit dan S.M. Ardan (Balai Pustaka, 1956), (2) Pesta (Pembangunan, 1956), (3) Tjari Muatan (Balai Pustaka,1959), (4) Surat Tjinta Endaj Rasidin (Pembangunan, 1960), (5) Djeram (Gunung Agung, 1970), (6) Ular dan Kabut (Pustaka Jaya, 1973), (7) Sajak-Sajak Anak Matahari (Pustaka Jaya, 1979), dan (8) Nama dan Makna (Pustaka Jaya, 1988).
Karya-karyanya yang berupa kumpulan cerita pendek antara lain, (1) Di Tengah Keluarga (Balai Pustaka, 1956), (2) Tahoen-Tahoen Kematian (Gunung Agung, 1951), (3) Pertemuan Kembali (Bukittinggi: Nusantara, 1962), dan (4) Sebuah Rumah buat Hari Tua (Pembangunan, 1957). Karya-karyanya yang berupa novel, antara lain, adalah (1) Perjalanan Pengantin (Pembangunan, 1958) dan (2) Anak Tanah Air (Gramedia, 1985). Selain itu, Ajip Rosidi juga menerjemahkan karya-karya berbahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia, antara lain (1) Mengurbankan Diri (Ngawadalkeun Nyawa karya Moh. Ambri), (2) Memuja Siluman (Munjung karya Muh. Ambri), (3) Jalan ke Surga (Jalan ka Sorga), dan (4) Dua Orang Dukun (Pustaka Jaya, 1970).
Ajip Rosidi juga menerjemahkan karya pengarang Jepang, Yasunari Kawabata ke dalam bahasa Indonesia, antara lain (1) Penari-Penari Jepang (kumpulan cerita pendek karya Yasunari Kawabata, diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio (Jambatan, 1985) dan (2) Negeri Salju (novel karya Yasunari Kawabata diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio (Pustaka Jaya, 1987).
Di samping itu, Ajip Rosidi menyadur karya-karya, antara lain (1)Lutung Kasarung (1958), tahun 1962 diubah judulnya menjadi Purbasari Aju Wangi (Pustaka Jaya, 1962), (2)Tjiung Wanara (Cetakan ke-1 Gunung Agung, 1961; Cetakan ke-2 Proyek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda, 1973, Cetakan ke-3 Gunung Agung, 1968), (3) Mundinglaja di Kusumah (Cerita Pantun Sunda, Tiara, Bandung, 1961), (4) Sangkuriang Kesiangan (Tiara, Bandung, 1961), (5) Tjandra Kirana (drama, Gunung Agung, 1969), (6) Masyitoh (Gunung Agung, 1969), (7) Badak Pamalang (Pustaka Jaya, 1975), (8) Roro Mendut (Gunung Agung, 1968, 1977).
Karya-karya Ajip Rosidi yang berupa esai dan kritik sastra, antara lain, (1) Cerita Pendek Indonesia (Jambatan, 1959), (2) Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (antologi bersama Rusman Sutia Sumarga, 1963), (3) Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (1966), (4) Ichtisar Sedjarah Sastra Indonesia (Bina Tjipta, 1969), (5) "Pembinaan Kebudajaan Daerah Sunda " (Budaja Djaja, 1970), (6)Jakarta dalam Puisi Indonesia (antologi puisi, 1972), (7) "My Experience in Recording Pantun Sunda" (prasaran dalam Kongres Orientalis di Paris, 1973), (8) Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia (1973), (9) Puisi Indonesia I (Bandung, Pelajar 1975), (10) Laut Biru Langit Biru (antologi pengarang sastra Indonesia, Pustaka Jaya, 1977), (11) "Peranan Seni dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa" (Budaya Jaya, 1978), (12) Beberapa Masalah Umat Islam di Indonesia (Bandung, Bulan Sabit, 1970), (13) Mengenal Jepang (1981), (14) Undang-Undang Hak Cipta (1982), (15) Ngalangkang Kasusastraan Sunda (Pustaka Jaya, 1983), (16) Pandangan Seorang Awam (1984), (17) Manusia Sunda (Idayu Press, 1984), (18) Ngamajukeun Seni Pintonan Sunda (1984), beberapa buku memoar dalam bahasa Sunda, antara lain Trang Trang Kolentrang, dan (19) Hidup Tanpa Ijazah (Pustaka Jaya, 2008).
Ketika usia Ajip Rosidi dua tahun, kedua orang tuanya berpisah, sehingga ia diasuh oleh neneknya (dari pihak ibu), kemudian oleh pamannya (dari pihak bapak) yang bermukim di Jakarta. Pada saat itu kehidupannya sangat sederhana, bahkan boleh dikatakan kekurangan. Namun, hal itu merupakan cambuk bagi dirinya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Akhirnya, ia berhasil dapat mengembangkan kariernya di bidang seni sastra, baik sastra Indonesia maupun sastra Sunda di bidang penerbitan, dan di bidang pengetahuan bahasa Indonesianya (ketika berada di Jepang). Dia adalah tokoh di segala bidang yang masih muda usia jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh sastra terkenal zaman itu.
Ajip Rosidi mengawali pendidikan dasarnya di Jatiwangi, kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP di Majalengka, Bandung, dan Jakarta. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan SMA di Jakarta, tetapi tidak berijazah. Walaupun tidak berpendidikan tinggi, Ajip Rosidi sangat aktif dalam dunia bersastra. Sejak berusia 15 tahun (SMP), ia sudah sanggup menjadi pengasuh majalah Soeloeh Peladjar. Pada usia 17 tahun ia menjadi redaktur majalah Prosa. Tahun 1964—1970 Ajip menjabat redaktur penerbit Tjupumanik. Tahun 1968—1979 ia menjadi redaktur Budaya Jaya dan tahun 1966—1975 menjabat Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Sunda dan memimpin penelitian pantun dan folklor Sunda. Tahun 1967 ia bekerja sebagai dosen Universitas Padjadjaran dan tahun 1965—1968 ia menjabat sebagai Direktur Penerbit Duta Rakyat. Ajip Rosidi adalah orang yang tidak sepi dengan pekerjaan. Pada tahun 1971—1981 ia memimpin Penerbit Dunia Pustaka Jaya. Selain itu, tahun 1973—1979 ia juga memimpin Ikatan Penerbit Indonesia. Tahun 1973—1981 ia juga terpilih sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta. Bahkan, ia pernah mendapat kesempatan sebagai anggota staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978—1980 Prof. Dr. Daud Jusuf. Setelah berkecimpung dalam dunia seni dan penerbitan di Indonesia, pada tahun 1980-an Ajip merantau ke Jepang. Di sana ia diangkat sebagai guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa-Bahasa Asing Osaka), guru besar luar biasa di Kyoto Sangyo Daigaku (Universitas Industri Kyoto), di Tenri Daigaku (Universitas Tenri), dan di Osaka Gaidai (Osaka University of Foreign Studies).
Sejak tahun 1989 Ajip memberikan Hadiah Sastra Rancage kepada sastrawan atau budayawan daerah yang telah berjasa dalam bidang sastra dan budaya daerah, khususnya Sunda dan Jawa. Bersama beberapa sastrawan dan budayawan Sunda Ajip berhasil menyusun Ensiklopedi Kebudayaan Sunda (2001). Kariernya di bidang sastra dimulai sejak bersekolah di sekolah dasar. Kelas enam SD ia sudah menulis dan tulisannya dimuat dalam surat kabar Indonesia Raya. Ketika ia berusia empat belas tahun, karya-karyanya dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Gelanggang, dan Keboedajaan Indonesia.
Ajip Rosidi menulis puisi, cerita pendek, novel, drama, terjemahan, saduran, kritik, esai, dan buku yang erat kaitannya dengan bidang ilmu yang dikuasainya, baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Karya pertamanya Tahun-Tahun Kematian diterbitkan oleh Penerbit Gunung Agung (1955) kemudian disusul oleh Pesta yang diterbitkan oleh Penerbit Pembangunan ((1956), dan Di Tengah Keluarga yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka (1956).
Kumpulan puisinya yang berjudul Pesta memperoleh Hadiah Sastra Nasional BMKN untuk puisi-puisi tahun 1955/1956. Selain itu, kumpulan cerpennya yang berjudul Sebuah Rumah buat Hari Tua juga mendapat hadiah serupa untuk puisi-puisi tahun 1957/1958.
A. Teeuw dalam Sastra Indonesia Modern II (1989:114) menyatakan bahwa sejak karya pertamanya terbit pada pertengahan tahun 1950-an, Ajip Rosidi hampir tidak pernah absen dari percaturan sastra, sepanjang waktu itu sampai dengan 1989.
Karya-karyanya yang lain yang berupa kumpulan puisi adalah (1) Ketemu di Djalan bersama Sobron Aidit dan S.M. Ardan (Balai Pustaka, 1956), (2) Pesta (Pembangunan, 1956), (3) Tjari Muatan (Balai Pustaka,1959), (4) Surat Tjinta Endaj Rasidin (Pembangunan, 1960), (5) Djeram (Gunung Agung, 1970), (6) Ular dan Kabut (Pustaka Jaya, 1973), (7) Sajak-Sajak Anak Matahari (Pustaka Jaya, 1979), dan (8) Nama dan Makna (Pustaka Jaya, 1988).
Karya-karyanya yang berupa kumpulan cerita pendek antara lain, (1) Di Tengah Keluarga (Balai Pustaka, 1956), (2) Tahoen-Tahoen Kematian (Gunung Agung, 1951), (3) Pertemuan Kembali (Bukittinggi: Nusantara, 1962), dan (4) Sebuah Rumah buat Hari Tua (Pembangunan, 1957). Karya-karyanya yang berupa novel, antara lain, adalah (1) Perjalanan Pengantin (Pembangunan, 1958) dan (2) Anak Tanah Air (Gramedia, 1985). Selain itu, Ajip Rosidi juga menerjemahkan karya-karya berbahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia, antara lain (1) Mengurbankan Diri (Ngawadalkeun Nyawa karya Moh. Ambri), (2) Memuja Siluman (Munjung karya Muh. Ambri), (3) Jalan ke Surga (Jalan ka Sorga), dan (4) Dua Orang Dukun (Pustaka Jaya, 1970).
Ajip Rosidi juga menerjemahkan karya pengarang Jepang, Yasunari Kawabata ke dalam bahasa Indonesia, antara lain (1) Penari-Penari Jepang (kumpulan cerita pendek karya Yasunari Kawabata, diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio (Jambatan, 1985) dan (2) Negeri Salju (novel karya Yasunari Kawabata diterjemahkan bersama Matsuoka Kunio (Pustaka Jaya, 1987).
Di samping itu, Ajip Rosidi menyadur karya-karya, antara lain (1)Lutung Kasarung (1958), tahun 1962 diubah judulnya menjadi Purbasari Aju Wangi (Pustaka Jaya, 1962), (2)Tjiung Wanara (Cetakan ke-1 Gunung Agung, 1961; Cetakan ke-2 Proyek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda, 1973, Cetakan ke-3 Gunung Agung, 1968), (3) Mundinglaja di Kusumah (Cerita Pantun Sunda, Tiara, Bandung, 1961), (4) Sangkuriang Kesiangan (Tiara, Bandung, 1961), (5) Tjandra Kirana (drama, Gunung Agung, 1969), (6) Masyitoh (Gunung Agung, 1969), (7) Badak Pamalang (Pustaka Jaya, 1975), (8) Roro Mendut (Gunung Agung, 1968, 1977).
Karya-karya Ajip Rosidi yang berupa esai dan kritik sastra, antara lain, (1) Cerita Pendek Indonesia (Jambatan, 1959), (2) Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (antologi bersama Rusman Sutia Sumarga, 1963), (3) Kesusastraan Sunda Dewasa Ini (1966), (4) Ichtisar Sedjarah Sastra Indonesia (Bina Tjipta, 1969), (5) "Pembinaan Kebudajaan Daerah Sunda " (Budaja Djaja, 1970), (6)Jakarta dalam Puisi Indonesia (antologi puisi, 1972), (7) "My Experience in Recording Pantun Sunda" (prasaran dalam Kongres Orientalis di Paris, 1973), (8) Masalah Angkatan dan Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia (1973), (9) Puisi Indonesia I (Bandung, Pelajar 1975), (10) Laut Biru Langit Biru (antologi pengarang sastra Indonesia, Pustaka Jaya, 1977), (11) "Peranan Seni dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa" (Budaya Jaya, 1978), (12) Beberapa Masalah Umat Islam di Indonesia (Bandung, Bulan Sabit, 1970), (13) Mengenal Jepang (1981), (14) Undang-Undang Hak Cipta (1982), (15) Ngalangkang Kasusastraan Sunda (Pustaka Jaya, 1983), (16) Pandangan Seorang Awam (1984), (17) Manusia Sunda (Idayu Press, 1984), (18) Ngamajukeun Seni Pintonan Sunda (1984), beberapa buku memoar dalam bahasa Sunda, antara lain Trang Trang Kolentrang, dan (19) Hidup Tanpa Ijazah (Pustaka Jaya, 2008).
Sumber: Ensiklopedia Sastra Indonesia