W.S. Rendra terkenal sebagai penyair dan dramawan terkemuka di Indonesia sejak tahun 1950-an. Rendra juga mendapat julukan sebagai "Si Burung Merak" karena penampilannya sebagai deklamator selalu penuh pesona. Dia lahir tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah dan meninggal tahun 2009 di Depok, Jawa Barat.
Ayahnya, Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo (Broto), terkenal sebagai guru bahasa terutama Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa SMA Katolik di Solo. Selain bergelut dengan pendidikan bahasa Indonesia di SMA Katolik Solo, Pak Broto juga terkenal sebagai orang yang bisa bermain drama tradisional.
Rendra menikah dengan Sunarti Suwandi, salah seorang pemain drama dalam grup Bengkel Teater, yang banyak memberikan inspirasi kepada Rendra dalam berkarya. Tahun 1970 dia beralih agama dari Katolik ke Islam, tepatnya ketika ia menikah dengan Sitoresmi Prabuningrat. Sejak saat itu ia hanya memakai nama Rendra, awalnya dia memakai nama W.S. Rendra (Willibrodus Surendra Broto). Kedua istrinya pemain drama dalam Bengkel Teater. Akan tetapi, rumah tangga Rendra, baik dengan Sunarti maupun dengan Sitoresmi, tidak berlangsung terus, mereka pun bercerai. Rendra akhirnya menikah dengan Ken Zuraida, istrinya yang ketiga, yang juga pemain drama.
Rendra masuk taman kanak-kanak tahun 1942. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke SD, SMP, dan SMA hingga tahun 1952. Semua pendidikan itu dijalaninya di sekolah Katolik, Solo, Jawa Tengah. Setelah tamat SMA, Rendra berniat belajar di Akademi Luar Negeri di Jakarta. Akan tetapi, sekolah itu telah ditutup sebelum Rendra tiba di Jakarta. Rendra melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tetapi hanya mencapai gelar sarjana muda. Pada 2008 ia memperoleh gelar doctor honoris causa dari universitas ini.
Tahun 1954 Rendra diundang oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard. Rendra berkeliling Amerika selama dua bulan untuk mengenal lebih dekat kehidupan kesusastraan di Amerika Serikat. Dengan adanya pengalaman itu, tahun 1961 ia mendirikan kelompok teater di Yogyakarta.
Tahun 1964 ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan seni. Keberangkatannya ke Amerika Serikat itu membuat kegiatan teater di Yogyakarta terhenti. Pendidikannya itu diselesaikannya tahun 1967. Tahun 1968 Rendra mendirikan Bengkel Teater yang kemudian menjadi sangat terkenal di Indonesia karena memberi warna dan suasana baru dalam kehidupan teater di Indonesia, khususnya Yogyakarta.
Minat menulis puisi bagi Rendra telah tumbuh sejak ia duduk di SMP kelas 2. Begitu juga, minatnya terhadap drama dan cerita pendek sudah terlihat sejak di SMP. Namun, sajaknya diterbitkan pertama kali tahun 1952 pada majalah Siasat. Setelah itu, sepanjang tahun 1950-an puisi-puisi Rendra terus dimuat dalam Siasat, Kisah, Seni, Basis, dan Konfrontasi. Pada tahun 1960-an sajak-sajak Rendra terbit dalam majalah Budaya, Indonesia, Mimbar Indonesia, Quadrant, Selecta, dan Horison. Pada tahun 1970-an sajak Rendra banyak dimuat di majalah Pelopor.
Bakdi Sumanto (2000) mengatakan bahwa sejak tahun 1950-an Rendra sudah dikenal oleh masyarakat seniman di Surakarta. Puisinya yang dimuat dalam majalah Kisah dan lain-lainnya itu kemudian dikumpulkan dalam Balada Orang-orang Tercinta dan sajak-sajak itu sering dipilih untuk lomba deklamasi di mana-mana.
Rendra sudah mulai menulis drama sejak di bangku di SMA. Drama pertama yang ditulisnya berjudul "Kaki Palsu", dimainkan di sekolahnya. Pada masa di SMA (1952) ia juga menulis drama yang berjudul "Orang-Orang di Tikungan Jalan". Naskah drama itu memenangi hadiah pertama lomba penulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta tahun 1954.
Setelah itu, kegiatannya dalam menulis naskah drama dan bermain drama terus berkembang. Dramanya yang berjudul "Bip-Bop" dipentaskan pertama kali tahun 1968. Drama ini terkenal dengan judul "Teater Mini Kata" karena mempergunakan kata yang sangat sedikit, hanya ditampilkan dalam gerak dan lagu. Tahun 1988 drama itu dipentaskan pula di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Rendra juga menulis drama terjemahan, antara lain Odipus Sang Raja dan Kasidah Barzanji.
Rendra juga menulis cerpen dalam berbagai majalah. Salah satu cerita pendeknya berjudul "Ia Punya Leher yang Indah" dimuat dalam majalah Kisah tahun 1956. Beberapa cerita pendeknya dikumpulkannya dalam sebuah kumpulan cerita pendek dengan judul Ia Sudah Bertualang yang terbit tahun 1963.
Umar Kayam dalam Edi Haryono (2000) mengisahkan perkenalannya pertama kali dengan Rendra ketika mementaskan drama satu babak karangan Robert Middelmans yang disadur Sitor Situmorang dengan judul "Hanya Satu Kali" dan Rendra bermain cemerlang sebagai pemeran utama drama itu. Umar Kayam menutup kesannya tentang Rendra: Rendra tumbuh sebagai aktor dan sutradara di Yogya. Kemudian ke Yale Actor Studio, dan melakukan pengamatan-pengamatan yang intens di Broadway dan off Broadway. Waktu ia pulang dan mulai tampil dengan "Bib-Bob" yang menggemparkan itu, ternyata Rendra sudah jadi.
A. Teeuw (1989) dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II menyatakan bahwa Rendra tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu angkatan atau kelompok sastra karena karya-karyanya mempunyai kepribaian dan kebebasan sendiri. H.B. Jassin juga menyatakan bahwa Rendra adalah sastrawan yang sangat penting. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Harry Aveling dalam tulisannya yang berjudul "A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974". Rainer Carle membuat disertasinya tentang karya-karya Rendra dengan judul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag zur Kenntnis der Zeitgennossichen Indonesischen Literature, Hamburg 1977.
Karya-karya Rendra, antara lain adalah yang berbentuk (A) kumpulan puisi 1) Balada Orang-Orang Tercinta (1957), 2) Kumpulan Sajak (1961), 3) Blues untuk Bonnie (1971), 4) Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972), 5) Potret Pembangunan dalam Puisi (1983), 6) Nyanyian Orang Urakan (1985), 7) Disebabkan oleh Angin (1993), dan 8) Orang-Orang Rangkasbitung (1993), (B) naskah drama 1) Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954), 2) Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967), 3) Mastodon dan Burung Kondor (1972), 4) Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), 5) SEKDA (1977), dan 6) Panembahan Reso (1986), (C) pentas drama (teater) dengan naskah pengarang lain, antara lain, 1) "Paraguay Tercinta" (1961) karya Fritz Hochwalder, 2) "Odipus Sang Raja" karya Sophocles, 3) "Oedipus di Colonus" karya Sophocles, 4) "Antigone" karya Sophocles, 5) "Lysistirata" karya Aristophanes; 6) "Menunggu Godot" karya Samuel Beckett, 7) "Macbeth" karya Willdiam Shakespeare, 8) "Hamlet" karya Willdiam Shakespeare, 9) "Pangeran Homburg" karya Heinrich von Kleist, 10) "Kasidah Barzanji" karya Al Barzanji terjemahan Syu'bah Asa, 11) "Egmont" karya Goethe, (D) pentas drama karya sendiri (1) "Mastodon dan Burung Condor" (1973), (2) "Perjuangan Suku Naga", (3) "Panembahan Resso", (4) "Sabda" (banyolan), (E) Kumpulan Esai Mempertimbangkan Tradisi (1983).
Beberapa karya Rendra telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Jepang, Hindi, dan Belanda. Rendra mendapat beberapa penghargaan dan hadiah sebagai berikut. Hadiah 1) Hadiah Sastra Nasional BMKN tahun 1957, 2) Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1970, 3) Hadiah dari Akademi Jakarta tahun 1975, 4) Hadiah Adam Malik tahun 1989, 5) Wertheim Award untuk perjuangan Hak-Hak Asasi Kemanusiaan dalam Seni tahun 1991, 6) SEA Write Award tahun 1996. Undangan pentas dan festival, antara lain adalah 1) Festival Puisi Internasional Rotterdam, tahun 1971, 2) Festival Puisi Internasional, Rotterdam, tahun 1979, 3) Festival Puisi Dunia III, Amsterdam, tahun 1981, 4) Festival Puisi Internasional Valmiki, New Delh,i tahun 1985, 5) Festival Horizonte, Berlin, 6) Festival Seni New York I, tahun 1985, 7) Festival Dunia Puisi Vagarth, Bhopal, tahun 1989, 8) Festival Dunia Puisi Kuala Lumpur, tahun 1992, 9) Interlit 3 (International Literary Festival 3, Erlangen, Berlin, tahun 1993, 10) Festival Internasional Adelaide tahun 1994, dan 11) Festival Tokyo tahun 1995.
Ayahnya, Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo (Broto), terkenal sebagai guru bahasa terutama Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa SMA Katolik di Solo. Selain bergelut dengan pendidikan bahasa Indonesia di SMA Katolik Solo, Pak Broto juga terkenal sebagai orang yang bisa bermain drama tradisional.
Rendra menikah dengan Sunarti Suwandi, salah seorang pemain drama dalam grup Bengkel Teater, yang banyak memberikan inspirasi kepada Rendra dalam berkarya. Tahun 1970 dia beralih agama dari Katolik ke Islam, tepatnya ketika ia menikah dengan Sitoresmi Prabuningrat. Sejak saat itu ia hanya memakai nama Rendra, awalnya dia memakai nama W.S. Rendra (Willibrodus Surendra Broto). Kedua istrinya pemain drama dalam Bengkel Teater. Akan tetapi, rumah tangga Rendra, baik dengan Sunarti maupun dengan Sitoresmi, tidak berlangsung terus, mereka pun bercerai. Rendra akhirnya menikah dengan Ken Zuraida, istrinya yang ketiga, yang juga pemain drama.
Rendra masuk taman kanak-kanak tahun 1942. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke SD, SMP, dan SMA hingga tahun 1952. Semua pendidikan itu dijalaninya di sekolah Katolik, Solo, Jawa Tengah. Setelah tamat SMA, Rendra berniat belajar di Akademi Luar Negeri di Jakarta. Akan tetapi, sekolah itu telah ditutup sebelum Rendra tiba di Jakarta. Rendra melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tetapi hanya mencapai gelar sarjana muda. Pada 2008 ia memperoleh gelar doctor honoris causa dari universitas ini.
Tahun 1954 Rendra diundang oleh Pemerintah Amerika Serikat untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard. Rendra berkeliling Amerika selama dua bulan untuk mengenal lebih dekat kehidupan kesusastraan di Amerika Serikat. Dengan adanya pengalaman itu, tahun 1961 ia mendirikan kelompok teater di Yogyakarta.
Tahun 1964 ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan seni. Keberangkatannya ke Amerika Serikat itu membuat kegiatan teater di Yogyakarta terhenti. Pendidikannya itu diselesaikannya tahun 1967. Tahun 1968 Rendra mendirikan Bengkel Teater yang kemudian menjadi sangat terkenal di Indonesia karena memberi warna dan suasana baru dalam kehidupan teater di Indonesia, khususnya Yogyakarta.
Minat menulis puisi bagi Rendra telah tumbuh sejak ia duduk di SMP kelas 2. Begitu juga, minatnya terhadap drama dan cerita pendek sudah terlihat sejak di SMP. Namun, sajaknya diterbitkan pertama kali tahun 1952 pada majalah Siasat. Setelah itu, sepanjang tahun 1950-an puisi-puisi Rendra terus dimuat dalam Siasat, Kisah, Seni, Basis, dan Konfrontasi. Pada tahun 1960-an sajak-sajak Rendra terbit dalam majalah Budaya, Indonesia, Mimbar Indonesia, Quadrant, Selecta, dan Horison. Pada tahun 1970-an sajak Rendra banyak dimuat di majalah Pelopor.
Bakdi Sumanto (2000) mengatakan bahwa sejak tahun 1950-an Rendra sudah dikenal oleh masyarakat seniman di Surakarta. Puisinya yang dimuat dalam majalah Kisah dan lain-lainnya itu kemudian dikumpulkan dalam Balada Orang-orang Tercinta dan sajak-sajak itu sering dipilih untuk lomba deklamasi di mana-mana.
Rendra sudah mulai menulis drama sejak di bangku di SMA. Drama pertama yang ditulisnya berjudul "Kaki Palsu", dimainkan di sekolahnya. Pada masa di SMA (1952) ia juga menulis drama yang berjudul "Orang-Orang di Tikungan Jalan". Naskah drama itu memenangi hadiah pertama lomba penulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta tahun 1954.
Setelah itu, kegiatannya dalam menulis naskah drama dan bermain drama terus berkembang. Dramanya yang berjudul "Bip-Bop" dipentaskan pertama kali tahun 1968. Drama ini terkenal dengan judul "Teater Mini Kata" karena mempergunakan kata yang sangat sedikit, hanya ditampilkan dalam gerak dan lagu. Tahun 1988 drama itu dipentaskan pula di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Rendra juga menulis drama terjemahan, antara lain Odipus Sang Raja dan Kasidah Barzanji.
Rendra juga menulis cerpen dalam berbagai majalah. Salah satu cerita pendeknya berjudul "Ia Punya Leher yang Indah" dimuat dalam majalah Kisah tahun 1956. Beberapa cerita pendeknya dikumpulkannya dalam sebuah kumpulan cerita pendek dengan judul Ia Sudah Bertualang yang terbit tahun 1963.
Umar Kayam dalam Edi Haryono (2000) mengisahkan perkenalannya pertama kali dengan Rendra ketika mementaskan drama satu babak karangan Robert Middelmans yang disadur Sitor Situmorang dengan judul "Hanya Satu Kali" dan Rendra bermain cemerlang sebagai pemeran utama drama itu. Umar Kayam menutup kesannya tentang Rendra: Rendra tumbuh sebagai aktor dan sutradara di Yogya. Kemudian ke Yale Actor Studio, dan melakukan pengamatan-pengamatan yang intens di Broadway dan off Broadway. Waktu ia pulang dan mulai tampil dengan "Bib-Bob" yang menggemparkan itu, ternyata Rendra sudah jadi.
A. Teeuw (1989) dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II menyatakan bahwa Rendra tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu angkatan atau kelompok sastra karena karya-karyanya mempunyai kepribaian dan kebebasan sendiri. H.B. Jassin juga menyatakan bahwa Rendra adalah sastrawan yang sangat penting. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Harry Aveling dalam tulisannya yang berjudul "A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974". Rainer Carle membuat disertasinya tentang karya-karya Rendra dengan judul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag zur Kenntnis der Zeitgennossichen Indonesischen Literature, Hamburg 1977.
Karya-karya Rendra, antara lain adalah yang berbentuk (A) kumpulan puisi 1) Balada Orang-Orang Tercinta (1957), 2) Kumpulan Sajak (1961), 3) Blues untuk Bonnie (1971), 4) Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972), 5) Potret Pembangunan dalam Puisi (1983), 6) Nyanyian Orang Urakan (1985), 7) Disebabkan oleh Angin (1993), dan 8) Orang-Orang Rangkasbitung (1993), (B) naskah drama 1) Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954), 2) Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967), 3) Mastodon dan Burung Kondor (1972), 4) Kisah Perjuangan Suku Naga (1975), 5) SEKDA (1977), dan 6) Panembahan Reso (1986), (C) pentas drama (teater) dengan naskah pengarang lain, antara lain, 1) "Paraguay Tercinta" (1961) karya Fritz Hochwalder, 2) "Odipus Sang Raja" karya Sophocles, 3) "Oedipus di Colonus" karya Sophocles, 4) "Antigone" karya Sophocles, 5) "Lysistirata" karya Aristophanes; 6) "Menunggu Godot" karya Samuel Beckett, 7) "Macbeth" karya Willdiam Shakespeare, 8) "Hamlet" karya Willdiam Shakespeare, 9) "Pangeran Homburg" karya Heinrich von Kleist, 10) "Kasidah Barzanji" karya Al Barzanji terjemahan Syu'bah Asa, 11) "Egmont" karya Goethe, (D) pentas drama karya sendiri (1) "Mastodon dan Burung Condor" (1973), (2) "Perjuangan Suku Naga", (3) "Panembahan Resso", (4) "Sabda" (banyolan), (E) Kumpulan Esai Mempertimbangkan Tradisi (1983).
Beberapa karya Rendra telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, Jepang, Hindi, dan Belanda. Rendra mendapat beberapa penghargaan dan hadiah sebagai berikut. Hadiah 1) Hadiah Sastra Nasional BMKN tahun 1957, 2) Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1970, 3) Hadiah dari Akademi Jakarta tahun 1975, 4) Hadiah Adam Malik tahun 1989, 5) Wertheim Award untuk perjuangan Hak-Hak Asasi Kemanusiaan dalam Seni tahun 1991, 6) SEA Write Award tahun 1996. Undangan pentas dan festival, antara lain adalah 1) Festival Puisi Internasional Rotterdam, tahun 1971, 2) Festival Puisi Internasional, Rotterdam, tahun 1979, 3) Festival Puisi Dunia III, Amsterdam, tahun 1981, 4) Festival Puisi Internasional Valmiki, New Delh,i tahun 1985, 5) Festival Horizonte, Berlin, 6) Festival Seni New York I, tahun 1985, 7) Festival Dunia Puisi Vagarth, Bhopal, tahun 1989, 8) Festival Dunia Puisi Kuala Lumpur, tahun 1992, 9) Interlit 3 (International Literary Festival 3, Erlangen, Berlin, tahun 1993, 10) Festival Internasional Adelaide tahun 1994, dan 11) Festival Tokyo tahun 1995.
Sumber: Ensiklopedia Sastra Indonesia